Bank Indonesia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2025 akan bergerak di sekitar angka 3%, dipengaruhi oleh perang tarif dan situasi di Timur Tengah antara Israel dan Iran.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengungkapkan meskipun ketidakpastian ekonomi global sedikit mereda, kebijakan tarif yang ditetapkan Amerika Serikat (AS) dan tanggapan dari negara-negara lain, serta konflik di Timur Tengah, akan mempengaruhi perlambatan perekonomian dunia.
Dia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju seperti AS, Eropa, dan Jepang sedang dalam tren penurunan, meskipun kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran moneter sedang dijalankan.
Di samping itu, ekonomi China juga mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor, terutama ke AS, di tengah melemahnya permintaan domestik. Sebaliknya, India diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang baik, didorong oleh investasi yang kuat.
“Dengan demikian prospek pertumbuhan ekonomi dunia tetap berada di level 3%,”
ucap Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (18/6/2025).
Rapat Dewan Gubernur BI berlangsung selama dua hari untuk menentukan kebijakan moneter di tengah perubahan geopolitik setelah serangan Israel ke Iran dan kekhawatiran terkait dampak perang dagang yang menyertai perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Konsensus pasar hingga Selasa (17/6/2025) menghasilkan angka median 5,5%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pelaku pasar memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan, BI rate, pada level 5,5%.
Namun konsensus tersebut tidak sepenuhnya bulat. Beberapa ekonom, tepatnya 9 dari 31 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, memprediksikan BI rate mungkin akan dipotong sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Juni ini.
Sembilan ekonom tersebut semuanya berasal dari institusi asing, yaitu Barclays, Citigroup Securities, Goldman Sachs, HK and SH Banking Corp, Maybank Securities, Nomura Singapore Ltd, BNP Paribas, ANZ Banking Group, serta Credit Agricole CIB.




