Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Ikke Nurjanah menyatakan bahwa penyanyi dan musisi yang mengisi acara di kafe atau restoran tidak perlu mengeluarkan biaya royalti untuk lagu-lagu yang mereka tampilkan.
“Pemusik dan penyanyi tidak diwajibkan membayar royalti. Kewajiban tersebut ada pada pemilik usaha yang harus memperoleh izin dan membayar royalti melalui LMK, sesuai pasal 87 ayat 2, 3, dan 4 dari Undang-Undang Hak Cipta,” ungkap Ikke kepada ANTARA, Selasa.
Pemilik kafe dan restoran harus memenuhi kewajiban membayar royalti performing rights setiap tahun, seperti yang diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM No. HKI.2.OT.03.01-02 tahun 2016. Performing rights mengacu pada hak untuk memutar dan menampilkan musik di ruang publik.
Begitu kewajiban pembayaran royalti terpenuhi, LMKN akan memberikan lisensi pemutaran dan penampilan lagu kepada pengelola tempat.
“Penarikan royalti ini telah berjalan dalam 10 tahun terakhir,” ujar Ikke.
Menurut Ikke, meskipun royalti performing rights di kafe dan restoran sudah berhasil dikelola, pencapaian tersebut masih jauh dari potensi maksimal.
Royalti ini, lanjut Ikke, adalah bentuk apresiasi terhadap pemegang hak cipta yang karyanya diperdengarkan di tempat umum.
“Lagu dan musik memberikan nilai tambah di hotel, restoran, dan kafe,” tuturnya.
Ikke menjelaskan bahwa tarif royalti performing rights sudah disusun berdasarkan kajian yang memperhatikan regulasi dan praktik internasional serta regional, termasuk demografi Indonesia.
Para pelaku usaha di sektor hotel, restoran, dan kafe dapat menghubungi LMKN untuk informasi lebih lanjut mengenai lisensi dan prosedur pembayaran royalti.
“Kami siap berdiskusi dan membantu memfasilitasi setiap proses tanpa mempersulit pengguna,” demikian Ikke.




