Konflik antara Iran dan Israel terus bereskalasi dengan dukungan dari Amerika Serikat kepada Israel. AS melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran seperti Fordo, Natanz, dan Isfahan, memperburuk situasi di Timur Tengah.
Keterlibatan AS dalam konflik ini menyebabkan peningkatan ketegangan yang berdampak pada pasar keuangan global, termasuk di Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan akan tertekan pada awal pekan ini, Senin (23/6/2025), sementara nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga berpotensi melemah karena kekhawatiran investor terhadap ketidakpastian dan ketegangan geopolitik.
Pelemahan IHSG diperkirakan akan diperburuk oleh aksi jual investor yang beralih ke aset lindung nilai seperti dolar AS dan emas. Dalam jangka pendek, Rupiah diperkirakan bisa mencapai Rp 16.500 hingga Rp 16.600 per dolar AS, setelah menutup akhir pekan pada Rp 16.395.
Pasar saham internasional juga merasakan dampak negatif, dengan koreksi pada saham S&P 500 dan Nasdaq sekitar 0,2–0,5% di akhir pekan. IHSG melemah 61,50 poin atau 0,88% ke posisi 6.907,14, sedangkan indeks LQ45 turun 9,88 poin atau 1,28% ke posisi 764,93.
Harga minyak melonjak 7–11% untuk jenis Brent dan WTI setelah serangan AS, meningkatkan beban biaya impor energi bagi Indonesia. Penutupan Selat Hormuz oleh Iran, jalur penting bagi 20% pasokan minyak dunia, memicu prediksi Goldman Sachs bahwa harga minyak dunia bisa mencapai US$ 100 per barel.
Negara-negara yang mengandalkan impor minyak menghadapi peningkatan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Bank of England merespons dengan memangkas suku bunga ke 4,25%.
Analis merekomendasikan investor untuk melakukan hedging, memantau perkembangan konflik dan harga minyak, serta fokus pada investasi utama. IHSG diperkirakan akan mendapatkan support di level 6.761-6.778, dan investor disarankan untuk membeli saham-saham seperti ANTM, PSAB, BRMS, ADRO, PTBA, dan lainnya.




